Senin, September 29, 2008

Pro dan Kontra RUU Anti Pornografi dan Anti Pornoaksi


Lagi-lagi Legal Drafting RUU Anti Pornografi dan Anti Pornoaksi banyak menuai kontroversi di beberapa kalangan masyarakat, tentunya hal ini sangat menyulitkan prosesnya. Salah satu Ormas yang paling menentang keras RUU Anti Pornografi dan Anti Pornoaksi adalah Hizbut Tahrir Indonesia sebagaimana pernyataannya dibawah ini.
Hizbut Tahrir Indonesia menyatakan:
1.Mengkritik RUU Pornografi tersebut. Kritik terhadap RUU Pornografi terlampir. Kritik tersebut dibuat untuk meluruskan RUU tersebut, karena dianggap bertentangan dengan maksud dan tujuan dibuatnya RUU itu sendiri.
2.Kritik utama atas RUU Pornografi ini adalah ketidakjelasan basis teologis yang digunakan oleh RUU ini. RUU ini mencoba mengatur masalah pornografi untuk seluruh masyarakat Indonesia yang pada faktanya mememeluk ragam agama. Padahal masalah pornografi dalam beberapa bagian atau seluruhnya, seperti menyangkut masalah pakaian, sangat terkait dengan keyakinan seseorang. Misalnya, pakaian seorang Muslim tentu berbeda dengan pakaian seorang Hindu. Dengan demikian aspek pornografitasnya pun juga mestinya berbeda. Ketelanjangan bahu bagi seorang perempuan Hindu mungkin tidak masalah karena memang demikianlah ketentuan peribadatan di dalam pura mereka, tapi tidak demikian halnya dengan seorang Muslimah. Karena tidakjelasnya basis teologis yang digunakan, definisi tentang pornografi dalam RUU ini juga menjadi kabur. Bila dikatakan pornografi adalah materi seksualitas yang melanggar nilai-nilai kesusilaan masyarakat, pertanyaannya, masyarakat yang mana? Bila sejak definisi pornografi sudah kabur, maka tentu pengaturan berikutnya juga menjadi tidak jelas. Ketidakjelasan seperti inilah yang mengung reaksi, khususnya dari komunitas non-Muslim di Bali maupun daerah lain. Mereka khawatir RUU ini akan mengeliminir sebagian keyakinan mereka.
3.Akan berbeda halnya bila RUU semacam ini dibuat berdasarkan ketentuan syariah. Maka definisi tentang pornografi dengan mudah dibuat. Dan pasti tidak akan menyinggung agama lain, karena masalah-masalah yang terkait dengan keyakinan dikembalikan kepada agama masing-masing. Baik yang berkaitan dengan tataperibadatan maupun berpakaian.
4.Di sinilah pentingnya penerapan syariah di tengah masyarakat. Syariah akan memberikan pengaturan tentang berbagai hal secara jelas, tegas dan konsisten untuk seluruh masyarakat. Tapi sekaligus tetap menghargai adanya perbedaan akibat perbedaan keyakinan agama. Dengan cara itu, kerahmatan yang dijanjikan dari penerapan syariah itu bisa diujudkan.

Anggota DPR benar-benar harus segera mengambil keputusan karena ini bukan hanya sekedar rancangan semata. Seolah anggota DPR -RI hanya merumuskan UU saja tetapi tidak melihat subtansi RUU Anti Pornografi dan Anti Pornoaksi yang sebenarnya.Permasalahannya adalah pendefinisian dan pengaturan dalam RUU ini, yang bias dan melenceng kesana-sini. Bila semua hal termasuk ciuman penuh kasih sayang saja dianggap sebuah pornografi, maka mengutip Jim Supangkat dalam Kompas (18 Desember 2005), sama saja itu mempornografikan masyarakat.

Tidak ada komentar:

Postingan Populer